Senin, 30 November 2009

Pohon....



Di California Selatan ada sebatang pohon yang terkenal di seluruh Amerika. Sepanjang tahun pohon itu dikunjungi ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri.

Bentuk pohon itu sama sekalai tidak sedap dipandang mata. Tingginya kurang dari 2 meter dengan batang agak pioih dan melintir. Hanya sebagian cabang ditumbuhi daun, sedang bagian lainnya gundul.

Pohon itu menjadi terkenal karena tumbuh di atas batu granit yang
keras. Tingginya sekitar 100 meter di atas permukaan laut, menghadang langsung ke arah Samudera Pasifik yang anginnya keras mendera. Tidak ada pohon lain yang tumbuh di sekitarnya, kecuali pohon itu. Rupanya beberapa tahun lalu sebutir biji pohon terbawa angin, dan jatuh di celah batu granit yang ada tanahnya. Benih itu kemudian tumbuh, tetapi setiap kali batang muncul keluar,langsung hancur diterpa angin Pasifik yang kencang. Terkadang pohon itu tumbuh agak besar tapi badai kembali memporak-porandakannya. Sekalipun demikian akarnya terus tumbuh menghunjam ke bawah mencapai tanah melewati poros-poros batu granit sambil menghisap mineral-mineral di sekitarnya. Sementara itu batangnya tumbuh terus setelah berkali-kali dihancurkan angin kencang, makin lama makin kokoh dan liat sampai akhirnya cukup kuat menahan terpaan badai, sekalipun bentuknya tidak keruan.
Oleh orang Amerika pohon tersebut dianggap sebagai simbol ketegaran karena
seakan-akan memberi pelajaran kepada umat manusia untuk tetap tabah dan gigih dalam menghadapi berbagai cobaan dan gelombang kehidupan. Ada beberapa hal yang perlu dipahami. Pertama, selama hidup kita tidak bisa bebas dari masalah karena masalah adalah bagian dari kehidupan. Kedua, masalah tidak selalu berdampak negatif, tetapi juga positif. Bila seseorang mampu mengatasi masalahnya dengan baik, maka selain meningkatkan ketegaran juga menjadikan lebih matang dan dewasa. Intinya adalah bagaimana menghadapi masalah dan mengatasinya, serta apakah seseorang dapat belajar dari pengalamannya.

TUJUH RATUS PERAK...



....cerita ini kutemukan di file salah satu temanku, mudah2an dia ikhlas ceritanya ake sebarkan....
Hari ini hari senin. Kepalaku masih saja terasa pening. Dan itu berarti aku harus istirahat dari kerjaku. Dua hari yang lalu aku terjatuh saat bermain bola dengan kawan2 kompleks di lapangan tanggung. Meski kurang layak disebut lapangan bola, tempat itu cukup ramai bila tiba sore hari selepas ashar. Saat itu, perhatianku terus saja tertuju pada anak kecil di sudut lapangan yang ikut hanyut menonton pertandingan bola. Sesekali dia diusik orang sebelahnya untuk sedikit menepi. Bahkan ada anak kira-kira sebaya dengannya dengan tubuh agak gemuk dan dari pakaiannya ... sepertinya anak orang kaya, mendorong anak kecil kurus itu seakan2 mengusirnya. Kenapa yah ? ..... Dan hari ini ... karena aku tidak masuk kerja, kuniatkan untuk berjalan ke luar rumah sekedar menyegarkan pikiran yang sumpek di kamar setelah istirahat dua hari. Cuaca sepertinya tidak mendukung niatku. Gerimis pun turun dan belum berhenti sejak subuh tadi. Dinginnya pun masih terasa di pagi buta seperti ini. Dan setelah mengganti gamis dan sarungku yang kupakai shalat subuh dengan kaos dan sweater dingin, mulailah kulangkahkan kakiku yang sedikit lemas keluar rumah. Dingin sekali ..., mataharipun belum menampakkan sorotannya. Dengan payung yang melindungiku dari gerimis, Ingin rasanya kubatalkan niatku. Tapi begitu pandanganku tertuju pada maling kecil yang berlari melintasi halamanku, spontan saja aku teriak "Hey ... jangan lari !!!". Tunggu .... apa tadi aku menyebut maling kecil ?, ah setidaknya anggapan itulah yang tiba-tiba muncul dalam benakku di pagi buta gerimis dan sepi ini ditingkah bocah kecil yang berlari seperti dikejar setan. Sambil menghilangkan prasangkaku, kuhampiri dia yang juga berhenti dan melangkah mendekatiku. Rupanya dia anak kecil sore itu. Kutanya ada apa dengannya. Dia pun menjawab tidak ada apa-apa. Ia hanya menjalankan kegiatan rutinnya. Namanya Muhammad ichsan, orang-orang biasa memanggilnya ceking, mungkin karena tubuhnya yang kecil. Subuh selepas Shalat ia harus segera ke toko Mang Jaja untuk mengambil koran. Dijualnya dengan taruhan untung rugi yang menantang, dan sorenya harus kembali untuk menyetor hasil jualan korannya pada mang Jaja. Malam hari, ia harus ke pasar malam untuk menyemir sepatu orang-orang yang mampir makan di warung2 kecil. Dan setelah pasar malam sepi, dikumpulkannya plastik minuman dan kardus bekas untuk dikumpul dan dijual. Begitu setiap harinya. Meski agak kurang enak, kutanya juga pendapatannya seharian. Sambil sedikit malu ia menjawab "wah, gak pernah kepikiran bang. seringnya sih rugi ... jualan koran sering gak habis, yah terpaksa duit hasil nyemir nambal setoran mang Jaja. Biasa sih sehari bisa nabung empat atau lima ratus perak bang, kalau warung nasi banyak pembeli (maksudnya biar bisa nyemir banyak) bisa tujuh ratus deh bang, Lumayan bang bisa buat makan adik dan ibu". Saat itu aku tidak habis pikir, tujuh ratus perak untuk makan tiga orang ?, aku saja untuk sekali makan di warung nasi bisa enam sampai sepuluh ribu. Rupanya adiknya juga diajak jualan koran dan nyemir sepatu, ibunya jualan kerupuk dirumah sementara ia sudah tidak punya ayah. Begitu berartinya baginya uang recehan seratus dua ratus perak yang tanpa itu bisa mengurangi jatah makan ibu dan adiknya. Sementara sebagian kita kadang menganggap remeh recehan kecil yang menjadi karunia besar bagi orang lain. Hari ini mereka bisa makan nasi dengan sepotong ikan asin bertiga, yang besok mungkin tidak bisa dinikmati karena setoran mang Jaja harus dibayar. Siang ini barangkali si Ceking, ibu dan adiknya bisa sedikit kenyang, yang malam nanti mungkin harus tidur kelaparan karena duit makan kurang dua-tiga ratus perak. Tanpa sadar, aku dan Muhammad ichsan masih berdiri di depan rumahku. Matahari sudah mulai sedikit terang. Dengan segan-segan, muhammad ichsan mendekat untuk numpang berteduh di payungku. "Aduh, maaf bang ... saya harus cepat. Kalau tidak, jatah koran saya sedikit bang." Sambil tersenyum, kuajak dia mampir ke rumahku. Kamipun sarapan bersama, dan berbincang-bincang lebih lama. Kuberi juga ia uang sekedarnya agar ia bisa sedikit istirahat beberapa hari ini dari kerja kerasnya. Dan setelah ia pamit, aku pun termenung. Termenung tentang permainan uang yang tanpa tanggung oleh pejabat tinggi, tentang kekikiran orang-orang yang sok dermawan, dan tentang kerja keras orang-orang macam si Ceking, eh, Muhammad ichsan untuk tujuh ratus perak demi makan keluarganya. Satu minggu setelah itu, selepas bermain bola di lapangan tanggung, ku dapati di depan rumahku amplop usang berisi uang dan selembar surat dengan tulisan yang agak susah aku baca. "Terima kasih bang, uangnya saya kembalikan. Ibu sudah bisa bekerja lagi. Maaf kalau uangnya bukan untuk makan, tapi buat beli obat ibu yang seharusnya baru terbeli satu dua bulan lagi. Salam dari ibu dan adik saya ...." (dari berbagai sumber)

KEYS TO LOVE...


The key to love is understanding... the ability to comprehend not only the spoken word, but those unspoken gestures, the little things that say so much by themselves...

The key to love is forgiveness... to accept each other's faults and pardon mistakes, without forgetting - but with remembering what you learn from them...
The key to love is trust... though dark doubts lie in hollowed thoughts, it must shine brightly on with reassuring radiance that suppresses fear with faith...

The key to love is sharing... facing your good fortunes as well as the bad, together both conquering problems - forever searching for ways to intensify your happiness...
The key to love is giving... without thought of return, but with the hope of just a simple smile and by giving in, but never up...

The key to love is respect... realizing that you are two separate people with different ideas, that you don't belong to each other, but that you belong with each other and share a mutual bond...
The key to love is inside us all... it takes time and patience to unlock all the ingredients that will take you to its threshold, it is a continual learning process that demands a lot of work... but the rewards are more than worth the effort...
(dari berbagai sumber....)

Belajar Memaafkan dan Melupakan....


Memaafkan Ada sebuah cerita mengenai dua orang sahabat yang berjalan melalui gurun pasir. Pada suatu kali dalam perjalanan itu, mereka bertengkar,dan salah seorang dari mereka menampar pipi yang lain. Orang yang mendapat tamparan terluka hatinya, tapi dengan tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia menulis di pasir: "HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPAR PIPIKU".

Mereka melanjutkan perjalanan sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi di sana. Waktu itu orang yang menerima tamparan dan sakit hatinya, tenggelam dan temannya berhasil menyelamatkannya. Setelah pulih dari rasa takutnya, ia menulis di sebuah batu: "HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU".
Teman yang telah menampar dan menyelamatkan sahabatnya, bertanya,"Mengapa setelah saya menyakitimu kamu menulis di pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?"

Yang ditanya tersenyum dan menjawab: "Saat seorang teman menyakiti kita, kita harus menuliskannya di pasir, dimana angin maaf akan bertugas menghapusnya, dan saat sesuatu yang hebat terjadi, kita harus memahatnya di batu kenangan di hati, dimana tidak ada angin yang dapat menghapusnya." Belajarlah untuk menulis di pasir.....

Belajar dari Keledai....


Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan iu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.
Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.

Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu Sementara tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu,si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri ! ~~~

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, beban pikiran) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan. Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah ! Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik !!! "Entah ini adalah waktu kita yang terbaik atau waktu kita yang terburuk, inilah satu-satunya waktu yang kita miliki saat ini !"