Senin, 14 Desember 2009

YANG TIDAK BISA DIKATAKAN AYAH...


a, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.....

Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.. Lalu bagaimana dengan Papa?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu? Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil......Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu... Kemudian Mama bilang : "Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya" , Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....

Tapi sadarkah kamu? Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang" Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : "Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!". Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja..... Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!". Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga.. Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.. Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama.... Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.... :') Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu.. Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir... Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut... Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang? "Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa"
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti... Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa

Ketika kamu menjadi gadis dewasa.... Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain... Papa harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu? Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. . Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat. Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang". Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT....kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa. Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain. Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...

Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : "Tidak.... Tidak bisa!" Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu". Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang"

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya. Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin.. Karena Papa tahu..... Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti. Dan akhirnya....

Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia.... Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis? Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa.... Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: "Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik.... Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik.... Bahagiakanlah ia bersama suaminya..."

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk... Dengan rambut yang telah dan semakin memutih.... Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.... Papa telah menyelesaikan tugasnya....

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita... Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat... Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis... Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal..

Saya mendapatkan notes ini dari seorang teman, dan mungkin ada baiknya jika aku kembali membagikannya kepada teman-teman ku yang lain.

Yup, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah / Bapak / Romo / Papa / Papi kita... tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.

Minggu, 13 Desember 2009

Oalah..SEMUT...SEMUT...


Huh ... lelahnya aku,...seharian menyelesaikan pekerjaan kantor yang tak habis-habisnya. Kurebahkan tubuhku di lantai depan televisi, sementara kubiarkan TV menyala untuk tetap menjaga agar aku tidak terlelap. Suhu yang sedikit panas memaksaku membuka kemeja dan membiarkan kulitku bersentuhan dengan sejuknya lantai.

"aaauww ... brengsek!" gumamku. Segera kutepis sesuatu yang menggigit lenganku hingga ia terjatuh di lantai, ternyata seekor semut hitam.

"Kurang ajar! Apa ia tidak mengerti kepalaku begitu penat dan tubuhku ini seperti mau hancur? Apa ia juga tidak tahu kalau aku sedang beristirahat?" pikirku seraya kembali merebahkan tubuhku.

Tapi, belum sampai seluruh tubuh ini jatuh menempel lantai, "addduuhhh!" Lagi-lagi semut kecil itu menggigitku. Kali ini punggungku yang digigitnya dan gigitannya pun lebih sakit. "heeeh, berani sekali makhluk kecil ini," gerutuku kesal.

Ingin rasanya kulayangkan tapak tangan ini untuk membuatnya mati tak berkutik 'mejret' di lantai. Namun sebelum tanganku melayang, ia justru sudah mengacung-acungkan kepalan tangannya seperti menantangku bertinju. Kuturunkan kembali tanganku yang sudah berancang-ancang dengan jurus 'tepokan maut', kuurungkan niatku untuk menghajarnya karena kulihat
mulutnya yang komat-kamit seolah mengatakan sesuatu kepadaku. Awalnya aku tidak mengerti apa yang diucapkannya, tapi lama kelamaan aku seperti memahami apa yang diucapkannya.

"Hey makhluk besar, anda menghalangi jalan saya! Apa anda tidak lihat saya sedang membawa makanan ini untuk keluarga saya di rumah ..." Rupanya ia begitu marah karena aku menghambat perjalanannya, lebih-lebih sewaktu punggungku menindihnya sehingga ia harus
terpaksa menggigitku.

Akhirnya kupersilahkan ia melanjutkan perjalanannya setelah sebelumnya aku meminta maaf kepadanya. Susah payah ia membawa sisa-sisa roti bekas sarapanku pagi tadi yang belum sempat kubersihkan dari meja makan. Kadang oleng ke kanan kadang ke kiri, sesekali ia berhenti meletakkan barang bawaannya sekedarmengumpulkan tenaganya sembari membasuh peluhnya yang mulai membasahi tubuh hitamnya.

Kuikuti terus kemana ia pergi. Ingin tahu aku di pojok mana ia tinggal dari bagian rumahku ini. Ingin kutawarkan bantuan untuk membantunya membawakan makanan itu ke rumahnya, tapi aku yakin ia pasti menolaknya. Berhentilah ia di sebuah sudut di samping lemari es sebelah dapur. Di depan sebuah lubang kecil yang menganga, ia letakkan bawaannya itu dan kulihat
seolah ia sedang memanggil-manggil semut-semut di dalam lubang itu. Satu, dua, tiga .... empat dan .... lima semut-semut yang tubuhnya lebih kecil dari semut yang membawa makanan itu berlarian keluar rumah menyambut dengan sukaria makanan yang dibawa semut pertama itu. Dan, eh ... satu lagi semut yang besarnya sama dengan pembawa roti keluar dari lubang. Dengan
senyumnya yang manis ia mendekati si pembawa roti, menciumnya, memeluknya dan membasuh keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh semut pembawa makanan itu.

Hmmm ... menurutku, si pembawa roti itu adalah kepala keluarga dari semut-semut yang berada di dalam lubang tersebut. Kelima semut-semut yang lebih kecil adalah anak-anaknya sementara satu semut lagi adalah istri di pembawa roti, itu terlihat dari perutnya yang agak
buncit. "Mungkin ia sedang mengandung anak ke enamnya" pikirku.

Semut suami yang sabar, ikhlas berjuang, gigih mencari nafkah dan penuh kasih sayang. Semut istri tawadhu' dan qonaah menerima apa adanya dengan penuh senyum setiap rizki yang dibawa oleh sang suami, juga ibu yang selalu memberikan pengertian dan mengajarkan anak-anak mereka dalam mensyukuri nikmat Tuhannya. Dan, anak-anak semut itu, subhanallah ... mereka
begitu pandai berterima kasih dan menghargai pemberian ayah mereka meski sedikit. Sungguh suami yang dibanggakan, sungguh istri yang membanggakan dan sungguh anak-anak yang membuat ayah ibunya bangga.

Astaghfirullah ..., tiba-tiba tubuhku menggigil, lemas seperti tiada daya dan brukkk .... aku tersungkur. Kuciumi jalan-jalan yang pernah dilalui semut-semut itu hingga menetes beberapa titik air mataku. Teringat semua di mataku ribuan wajah semut-semut yang pernah aku hajar 'mejret' hingga mati berkalang lantai ketika mereka mencuri makananku. Padahal, mereka hanya mengambil sisa-sisa makanan, padahal yang mereka ambil juga merupakan hak mereka atas rizki yang aku terima.

Air mataku makin deras mengalir membasahi pipi, semakin terbayang tangisan-tangisan anak-anak dan istri semut-semut itu yang tengah menanti ayah dan suami mereka, namun yang mereka dapatkan bukan makanan melainkan justru seonggok jenazah.

Ya, Allah ... keluarga semut itu telah mengajarkan kepadaku tentang perjuangan hidup, tentang kesabaran, tentang harga diri yang harus dipertahankan ketika terusik, tentang bagaimana mencintai keluarga dan dicintai mereka. Mereka ajari aku caranya mensyukuri nikmat Tuhan, tentang bagaimana perlunya ikhlas, sabar, tawadhu' dan qonaah dalam hidup.

Hari-hari selanjutnya, ketika hendak merebahkan tubuh di lantai di bagian manapun rumahku aku selalu memperhatikan apakah aku menghambat dan menghalangi langkah atau jalan makhluk lainnya untuk mendapatkan rizki. Ingin rasanya aku hantarkan sepotong makanan
setiap tiga kali sehari ke lubang-lubang tempat tinggal semut-semut itu. Tapi kupikir, lebih baik aku memberinya jalan atau bahkan mempermudahnya agar ia dapat memperoleh dengan keringatnya sendiri rizki tersebut, karena itu jauh lebih baik bagi mereka.


Jumat, 11 Desember 2009

Siapa Menabur..Ia kan Menuai..


Pada suatu hari seorang pemuda sedang berjalan di tengah hutan,tiba-tiba ia mendengar jeritan minta tolong. Ternyata ia melihat seorang pemuda sebaya dengan dia sedang bergumul dengan lumpur yang mengambang, semakin bergerak malah semakin dalam ia terperosok. Pemuda yang pertama tadi hendak sekuat tenaga memberikan pertolongannya, dengan susah payah pemuda yang terperosok itu dapat di selamatkan. Pemuda yang pertama memapah pemuda yang terperosok ini pulang ke rumahnya. Ternyata rumah sipemuda kedua sangat bagus, besar,megah, dan mewah... Ayah pemuda ini sangat berterima kasih atas pertolongan yang di berikan kepada anaknya, dan hendak memberikan uang, pemuda yang pertama ini menolak pemberian tersebut. Ia berkata bahwa sudah selayaknya sesama manusia menolong orang lain yang dalam kesusahan. Sejak kejadian ini mereka menjalin persahabatan. Sipemuda pertama adalah seorang yang miskin, sedangkan si pemuda kedua adalah bangsawan yang kaya raya. Sipemuda yang miskin ini mempunyai cita-cita untuk menjadi dokter, namun ia tidak mempunyai biaya untuk kuliah. Tetapi, ada seorang yang murah hati, yaitu ayah dari pemuda bangsawan itu. Ia memberi beasiswa sampai akhirnya meraih gelar dokter. Tahukah saudara nama pemuda miskin yang jadi dokter ini ? Namanya FLEMING, yang kemudian menemukan obat Penisilin. Si pemuda bangsawan masuk dinas militer dan dalam suatu tugas ke medan perang, ia terluka parah sehingga menyebabkan demam yang sangat tinggi karena infeksi. Pada waktu itu belum ada obat untuk infeksi serupa itu. Para dokter mendengar tentang penisilin penemuan Dr.Fleming dan mereka menyuntik dengan penisilin yang merupakan obat penemuan baru. Apa yang terjadi ? berangsur-angsur demam akibat infeksi itu reda dan si pemuda akhirnya sembuh !!
Tahukah saudara siapa nama pemuda itu ? Namanya WINSTON CHURCHIL -- PM Inggris yang termasyhur itu. Dalam kisah ini kita dapat melihat hukum menabur dan menuai. Fleming menabur kebaikan -- Ia menuai kebaikan pula -- cita-citanya terkabul,ia menjadi dokter. Fleming menemukan penisilin yang akhirnya menolong jiwa Churchil. Tidah sia-sia bukan beasiswa yang diberikan ayah churchil ?

Selasa, 08 Desember 2009

MISI HIDUP....


Seorang wanita tua, bertubuh gemuk, dengan senyum jenaka disela-sela pipinya yang bulat, duduk menggelar nasi bungkus dagangannya. Segera saja beberapa pekerja bangunan dan kuli angkut yang sudah menunggu sejak tadi mengerubungi dan membuatnya sibuk meladeni.

Bagi mereka menu dan rasa bukan soal, yang terpenting adalah harganya yang luar biasa murah. Hampir-hampir mustahil ada orang yang bisa berdagang dengan harga sedemikian rendah. Lalu apa untungnya? Wanita itu terkekeh menjawab, "Bisa numpang makan dan beli sedikit sabun. "Tapi bukankah ia bisa menaikkan harga sedikit? Sekali lagi ia terkekeh, "Lalu bagaimana kuli-kuli itu bisa beli? Siapa yang mau menyediakan sarapan buat mereka?" katanya sambil menunjukkan para lelaki yang kini berlompatan ke atas truk pengantar mereka ke tempat kerja.

Ah! Betapa cantiknya, bila sebongkah misi hidup dipadukan dalam sebuah kerja. Orang-orang yang memahami benar kehadiran karyanya, sebagaimana wanita tua di atas, yang bekerja demi setitik kesejahteraan hidup manusia, adalah tiang penyangga yang menahan langit agar tak runtuh.

Merekalah beludru halus yang membuat jalan hidup yang tampak keras berbatu ini menjadi lembut bahkan mengobati luka. Bukankah demikian tugas kita dalam kerja: menghadirkan secercah kesejahteraan bagi sesama.

Minggu, 06 Desember 2009

SYAIR PENJUAL KACANG...



SYAIR PENJUAL KACANG*
Emha Ainun Nadjib (1987)

Al-Habib , seorang yang dikasihi oleh banyak orang dan senantiasa didambakan kemuliaan hatinya, malam itu mengimami sholat isya suatu jamaah yang terdiri dari para pejabat negara dan pemuka masyarakat.

Berbeda dengan adatnya, sesudah tahiyyat akhir diakhiri dengan salam, Al-Habib langsung membalikan tubuhnya, menghadapkan wajahnya kepada para jamaah dan menyorotkan matanya tajam-tajam. "Salah seorang dari kalian keluarlah sejenak dari ruang ini, " katanya, "Di halaman depan sedang berdiri seorang penjual kacang godok.Keluarkan sebagian dari uang kalian, belilah barang beberapa bungkus."

Beberapa orang langsung berdiri dan berlari keluar, dan kembali ke ruangan beberapa saat kemudian. "Makanlah kalian semua," lanjut Al-Habib, "Makanlah biji-biji kacang itu, yang diciptakan oleh Alloh dengan kemuliaan , yang dijual oleh kemuliaan dan dibeli oleh kemuliaan." Para jamaah tak begitu memahami kata-kata Al-habib,sehingga sambil menguliti dan memakan kacang, wajah mereka tampak kosong.

"Setiap penerimaan dan pengeluaran uang," kata Al-Habib, "hendaklah dipertimbangkan berdasarkan nilai kemuliaan.Bagaimana mencari uang, bagaimana sifat proses datangnya uang ke saku kalian, untuk apa dan kepada siapa uang itu dibelanjakan atau diberikan, akan menjadi ibadah yang tinggi derajatnya apabila diberangkatkan dari perhitungan untuk memperoleh kemuliaan." "Tetapi ya Habib," seorang bertanya, "apa hubungan antara kita beli kacang malam ini dengan kemuliaan?" Al-habib menjawab, "Penjual kacang itu bekerja sampai larut malam atau bahkan sampai menjelang pagi.Ia menyusuri jalanan, menembus gang-gang kota dan kampung-kampung.Di malam hari pada umumnya orang tidur, tetapi penjual kacang itu amat yakin bahwa Alloh membagi rejeki bahkan kepada seekor nyamuk pun.Itu taqwa namanya. Berbeda dari sebagian kalian yang sering tak yakin akan kemurahan Alloh, sehingga cemas dan untuk menghilangkan kecemasan hidupnya ia lantas melakukan korupsi, menjilat atasan serta bersedia melakukan dosa apa pun
saja asal mendatangkan uang." Suasana menjadi hening.Para jamaah menundukkan kepala dalam-dalam.

Dan Al-Habib meneruskan, "Istri dan anak penjual kacang itu menunggu di rumah, Meunggu dua atau tiga ribu rupiah hasil kerja semalaman.Mereka ikhlas dalam keadaan itu.Penjual kacang itu tidak mencuri atau memperoleh uang secara jalan pintas lainnya.Kalau ia punya situasi mental mencuri, tidaklah ia akan tahan berjam-jam berjualan."

"Punyakah kalian ketahanan mental setinggi itu?" Al-Habib bertanya, "Lebih muliakah kalian dibanding penjual kacang itu, atau ia lebih mulia dari kalian? Lebih rendahkah derajat penjual kacang itu dibanding kalian, atau di mata Alloh ia lebih tinggi maqom-nya dari kalian? Kalau demikian, kenapa dihati kalian selalu ada perasaan dan anggapan bahwa seorang penjual kacang adalah orang rendah dan orang kecil?"

Dan ketika akhirnya Al-Habib mengatakan, "Mahamulia Alloh yang menciptakan kacang, sangat mulia si penjual kacang itu dalam pekerjaannya, serta mulia pulalah kalian yang membeli kacang berdasar makrifat terhadap kemuliaan....". Salah seorang berteriak, melompat dan memeluk tubuh Al -Habib erat-erat.

* dari :
Emha Ainun Nadjib
Seribu masjid Satu jumlahnya
Tahajjud cinta seorang hamba
Penerbit Mizan 1995

Kamis, 03 Desember 2009

MANUSIA GEROBAK....


"Manusia Gerobak"
Harian Republika, Rabu, 21 Nopember 2001

=================================
Hari masih gelap. Matahari belum keluar. Satu dua kendaraan melintas. Namun derunya tak mengganggu dua bocah kecil. Mereka lelap dalam gerobak .. di kawasan Menteng, Jakarta. Seorang gadis mungil menggeliat. Matanya terpejam rapat. Di sebelahnya,
bocah lelaki meringkuk dengan mata setengah terbuka. Sayup terdengar panggilan ibunda tersayang. "Ayo bangun, sudah siang." Si ibu menyingkap atap plastik yang menyelubungi mereka di dalam gerobak. Digoyangnya tubuh gadis dan bujang kecilnya, sehingga keduanya terbangun enggan.

Atap plastik digulung. Keduanya, Lala dan Slamet, turun lewat bawah gerobak yang rupanya dibuka dengan sistem knock down. Tanpa banyak kata, keduanya pindah ke tepi jalan di sebelah gerobak. Keduanya jongkok terbengong. Tatap mereka kosong, meski terarah pada arus lalu lintas yang mulai ramai. Mereka menunggu si ibu yang melipat plastik dan tumpukan pakaian yang telah digunakan sebagai bantal. Si ayah tak
terlihat.

Si ibu memasukkan seluruh pakaian itu ke dalam plastik "kresek" hitam. Lalu ia sampirkan pada pegangan gerobak. Dengan rambut semrawut, perempuan itu memutar arah gerobaknya. Ia memanggil kedua permata hatinya untuk mengikutinya. Dengan rasa nggan, keduanya tetap bangkit.

Bertiga mereka menuju Kali Gresik di Jl Sutan Sjahrir. Si ibu turun ke dasar kali membuka pakaian dan menyiram tubuhnya dengan air yang mengalir dari gorong-gorong yang mengalirkan limbah air perumahan elite Menteng. Separuh kakinya terbenam dalam Lumpur.

Ia memanggil kedua anaknya dan memandikannya dengan air yang sama. Ia cuci juga pakaian anaknya dan menjemurnya di pepohonan di pinggir kali. "Sebetulnya air itu bersih," kata perempuan itu. Nun jauh di dalam gorong-gorong, menurut dia, ada pipa PAM pecah. Air itu mengalir terus ke kali. Dan ia menggunakannya untuk mandi dan mencuci pakaian.

Hari mulai terang. Deru mobil hiruk-pikuk. Perempatan Jl Teuku Umar mulai ramai. amun perempuan yang setengah telanjang itu tak terusik. Ia tampaknya juga tak terganggu mata-mata risih yang memandangnya dari balik jendela kendaraan. Badannya yang tanpa busana memunggungi pandangan orang.

Setelah berganti pakaian, mereka kembali ke gerobak yang diparkir di tepi jalan. Kali ini sang ayah, dengan rokok di mulutnya, menanti dan siap mengajak mereka berkeliling.

Dedeh. Sebutlah begitu namanya. Sudah hampir setahun, ia tinggal di tepi Jalan Jawa bersama suami dan dua anak bocahnya. Mereka hidup layaknya kaum Gipsy yang berpindah tempat. Namun idealismenya berbeda. Gipsy berpindah dengan karavan karena memang kebiasaan hidup. Dedeh melakoninya karena keterpaksaan. Sebuah rumah dan pekerjaan bagi penduduk Jakarta amatlah mahal.

Jangankan untuk memiliki, untuk mengontrak pun terlalu sulit. Jangankan pula untuk mengontrak rumah, untuk makan pun tak cukup. pendapatan mereka hanya untuk sekali makan dalam sehari. Dedeh dan suaminya hanya memiliki sebuah gerobak butut untuk tempat tinggal. Di situ, ia beserta suami dan anaknya tidur. Di situ juga ia menyimpan sedikit pakaian. Dengan alat itu juga mereka hidup.

Siang hari, gerobak adalah media kerja. Dengan benda roda dua yang dibeli seharga Rp 125 ribu itu, Dedeh dan suaminya Ripto (bukan nama sebenarnya), mengais rezeki. mereka memunguti koran, bungkus rokok, kertas, botol kemasan air, dan tentu saja kardus bekas.

"Untuk makan saja kami keteteran," kata Ripto. Ia mengaku malu telah gagal sebagai suami dan orang tua seraya menunjuk dua anaknya yang badannya makin kurus. Penghasilannya dari mengumpulkan barang bekas tak mencapai Rp 10 ribu. Padahal keluarganya terdiri dari empat orang. Dengan uang itu, ia kadang hanya makan sekali atau paling banyak dua kali sehari.

Lala dan Slamet sebetulnya dua dari empat anak mereka. Keduanya dalam kondisi sakit dan sulit sembuh. Batuk dan suhu badan mereka tinggi, sulit turun lantaran tidur pun dilakukan di udara terbuka. Dari hidung mereka meleleh cairan kental kehijauan. Ripto tak punya pilihan. Ia tetap membawa kedua anaknya bekerja, atau kadang meninggalkan mereka bermain di tepi kali, hingga ia pulang membawa makanan.

Seorang anaknya meninggal sesaat setelah dilahirkan. Satu lagi yang lebih besar telah mencari uang sendiri-menjadi pengamen.

Ripto biasa membawa anak-anaknya bekerja. Ia mendorong gerobaknya dari rumah ke rumah. Mereka mengorek isi tempat sampah untuk mencari benda yang masih bisa ditukar dengan sebungkus makanan. Pagi, saat orang membersihkan rumah dan membuang benda yang dianggap tak berguna, adalah waktu bekerja bagi Ripto dan keluarganya.

Ripto bukan satu-satunya yang melakukan pekerjaan itu. Di Jl Jawa sedikitnya terdapat 25 gerobak. Anak balita kerap tampak berkeliaran di tepi jalan. Berpakaian lusuh. Kulit kotor dan berkoreng.

Di Jl Tanjung, Jl Sutan Sjahrir, Stasiun Cikini dan Gondangdia, serta jalan-jalan lain di sekitar Menteng, gerobak dan anak-anak menjadi pemandangan rutin. Dan barangkali orang pun akan memandangnya sebagai manusia biasa ... yang tak kekurangan apa pun.

"Kami semua senasib. Makanya seperti saudara," kata Ripto yang berasal dari Jawa Tengah. Mereka berasal dari daerah berbeda. Dedeh dari Lampung. Keluarga Jiran dari Surabaya, Ramly dari Tangerang, dan banyak lagi yang seolah hidup menyatu dengan alam.

Sepanjang siang mereka berkeliaran. Baru menjelang sore, kelompok gerobak ini membawa temuan mereka ke sebuah agen di dekat Stasiun Gondangdia. Kertas dan aneka barang bekas lainnya ditukar dengan uang yang tak seberapa. Biasanya satu kilogram kertas bekas dihargai Rp 150 hingga Rp 250. Setelah
memperoleh uang mereka pulang kembali ke Jl Jawa.

Lala dan Slamet, serta bocah-bocah lain kawan mereka, terbiasa dengan kehidupan itu. Mereka duduk dalam gerobak, menjadi satu dengan kardus dan botol bekas, selagi ayah dan ibu mereka berkeliling. Kadang yang terlihat hanya kepala mereka, menyembul di antara tumpukan kardus.

Seperti layaknya pekerja, mereka juga punya jam istirahat. Siang sekitar pukul 13.00 adalah saat mereka mengaso. Lihat saja tepi Kali Gresik. Di bawah pepohonan, mereka menggelar alas dan merebahkan badan-lalu terlelap sesaat.

Momen ini kadang dimanfaatkan Lala dan Slamet, dua anak berusia tujuh dan empat tahun, mengemis di perempatan jalan. "Lumayan juga hasilnya. Kadang bisa untuk beli nasi," kata Dedeh.

Ia bercerita, anaknya, Slamet sudah memasuki usia sekolah. Namun sekolah bukan perkara sederhana. Butuh seragam, baju sekolah, dan tentu saja biaya. Bagi dia yang rumah dan kadang untuk makan pun tiada, jalan dan alam raya adalah pilihan atu-satunya.

Kapasitas gerobak yang sangat terbatas tak memungkinkan Dedeh leluasa bergerak. Tak seperti keluarga lain yang hidup normal, Dedeh bahkan tak pernah memasak. Ia tak punya kompor dan panci atau alat memasak lainnya. "Di mana kami bisa masak?"

Alasannya bukan sekadar lantaran ia hidup berpindah, tetapi juga karena tak ada tempat menyimpan. Belum lagi jika ada penertiban. Memasak di taman tentu terlarang. Dan ia tak mau mengambil risiko alat-alatnya diangkut saat ia sedang menanak nasi. Bisa mengaso di depan pagar rumah mewah tanpa diusir saja, menurut dia, sudah merupakan anugerah.

Sebungkus nasi dengan lauk tempe goreng kini mencapai Rp 2.000. Dengan penghasilan suaminya yang hanya Rp 6.000 hingga Rp 10 ribu, ia hanya bisa membeli tiga bungkus. Untuk mengisi waktu, suaminya masih merasa perlu merokok dan anaknya kadang meminta jajan.

Menjelang malam baru Dedeh dan anaknya kembali ke Jl Jawa. Setelah memesan dua bungkus nasi yang dimakan berempat, mereka bersiap tidur. Ny Dedeh menggelar kardusnya di tepi jalan. Sementara suaminya menyulut sebatang rokok.

Di tepi jalan depan rumah mewah, Dedeh menidurkan dua bocahnya yang segera terlelap. Malam itu, cuaca cukup cerah. Ia bergegas menutup gerobak dengan plastik yang biasanya hanya dipasang saat hujan. Suaminya memberi isyarat untuk berada di dalam gerobak, berdua saja, tanpa anak-anak. Dedeh cukup mengerti

Selasa, 01 Desember 2009

InsyaAllah Rejeki dan Jodoh Nggak akan Ketuker...


Tulisan 8 Januari 1995 Ry, seperti biasa sore ini aku memandang ke luar jendela, nunggu someone. Seorang gadis yang tak kuketahui nama dan rumahnya dimana, tapi selalu kulihat setiap pagi dan sore berjalan di depan rumahku. Kamu tahu kan Ry, kalau aku suka sama "gadis pujaanku" sejak 2 tahun yang lalu. Ia membawa pesona yang lain dari yang lain. Wajahnya yang baby-face, hidungnya yang mancung, matanya yang bulat, bibirnya yang mungil dan rambutnya yang panjang ditambah kulitnya yang mulus, maka lengkaplah sudah ia menjadi "gadis pujaanku", Ry!

9 Januari 1995 Hari ini perasaanku kacau ,Ry. Setelah melihat "gadis pujaanku" bergandengan tangan dengan cowok lain. Kamu bisa membayangkan dong, bagaimana perasaanku, Ry? Aku tidak rela melihat mereka berdua. "Si gadis pujaanku" digandengnya dengan mesra. Ingin rasanya memisahkan mereka, tapi apa dayaku? Aku bukan siapa-siapanya, Ry. Gimana, dong???

10 Januari 1995 Ry, setelah kejadian kemarin aku jadi nggak punya semangat hidup. Makan nggak enak, tidur tak nyenyak dan belajar pun tak mengerti. Pokoknya hari ini hari beteeee banget!

19 Februari 1995 Maaf ya Ry, udah sebulan nggak ketemu. Biasa lagi males, nich! Tapi kamu tetep jadi sohib terbaikku kok! Tau nggak Ry, ternyata "si gadis pujaanku" udah pegat ama cowoknya. Aku tau tahu itu waktu kemarin di Mall CINERE, mereka lagi marahan. Wuiih, aku jadi seneng deh, berarti masih ada kesempatan, dong! Pokoknya selama janur kuning belum terpasang , masih
ada kesempatan lah!

20 Februari 1995 Ry, hari ini ada berita yang menggemparkan seluruh isi dunia, lho. (nggak juga sich!). Itu tuh, " si gadis pujaanku" potong rambut, brondol lagi! Tapi nggak apalah dia tetep cuantik kok, nggak kalah dech ama yang namanya Demi Moore. Dia jadi tambah imut, lho. Wah, coba kalau kamu punya mata Ry, kamu bakalan jadi sainganku dech! Percaya nggak ??

25 April 1995 Nggak kerasa ya Ry, waktu berlalu dengan cepat. Aku udah mau ujian semester genap. Mau naik kelas III. Eh, ngomong-ngomong dia juga lagi pengen EBTANAS, nich! Kira-kira "si gadis pujaanku" masuk SMU mana ya? Masuk ke SMU-ku, nggak? Udah ah, jangan mikirin dia mulu kapan belajarnya, donk! N'tar nilainya jelek, dech. Nggak mauuuu...

13 Juli 1995 Eh Ry, sekarang aku udah kelas III SMU, nich! Udah gede yah, walau kadang-kadang aku masih merasa seperti anak kecil. Tapi hari ini aku lagi seneng banget soalnya nilai raportku lumayan bagus, rangking 3, boo!! Siiplah, koleksi Tamiya-ku nambah satu, dech. (hadiah dari bokap). Eh Ry, "si gadis pujaanku" ternyata masuk SMU favorit lho, SMU 999. Wow, nggak sembarangan orang tuh yang bisa masuk ke SMU itu. Ternyata "gadis pujaanku" pinter juga, yah! (Jadi bangga, nich!).

14 Juli 1995 Hari ini ada pemandangan aneh lho, Ry. "si gadis pujaanku" lagi MOS, deh! Tau kan MOS? Itu lho, Masa Orientasi Siswa. Soalnya rambutnya yang bagus itu diiket sembilan, terus bawa-bawa kardus Indomie pula dipunggungnya (kaya pemulung aja, ya!). Tapi "si gadis pujaanku" itu tetep aja cuaantik! Pokoknya didandanin seperti apapun, si gadis tetep aja cantik bagiku! (bener, lho!!).

19 Juli 1995 Hari ini aku dibikin malu sekelas, Ry. Dasar si doer Slamet, dia koar-koar ke seluruh isi kelas kalo aku lagi suka sama seorang gadis. Aku yang terkenal dingin ama cewek ini, jadi ketauan deh belangnya. Memang salahku juga sih, curhat di belakang buku matek's (habis lagi bete sih!). Terus dibaca deh, ama si doer Slamet. Tapi yang membuatku lebih malu lagi, itu ulahnya si Tejo cs. Mereka berteriak " Woro-woro! Ada kabar gembira lho, Temen kita yang satu ini udah normal kembali, lho!". Dasar gila!

21 Juli 1995 Surprise!! Hari ini "si gadis pujaanku" berangkat ke sekolah dengan penutup kepala alias kerudung. Aduh sayang deh, rambutnya yang lebat dan hitam itu tertutup oleh sehelai kain. Tapi biarlah, dia tetep cantik bagiku dengan tubuhnya yang langsing dan kulit wajahnya yang putih itu, Ry. Nggak apa-apa dong, Ry!

22 November 1995 Dari hari ke hari aku nambah bingung lho, Ry! "Si gadis pujaanku" banyak berubah. What's happened with my girl? Awalnya dia potong rambut terus pake kerudung dan sekarang dia pakai jubah (gamis), Ry! Coba bayangkan, tubuhnya yang langsing itu tidak terlihat lagi. Tapi ada yang aneh deh. Apanya yah? Oh iya, dia nambah anggun lho!

14 Maret 1996 Hari ini aku nekat ngikutin dia,Ry. Kebetulan hari ini kan hari minggu, lagi libur sekolah. Tapi "si gadis pujaanku " seperti biasa dengan jubahnya yang dikenakannya itu, dia pergi entah kemana yang nantinya aku juga akan tau. Selama perjalanan aku berusaha agar nggak diketahui olehnya, hingga pada suatu tempat ia berhenti dan masuk ke dalam gedung. Ada acara apa, ya? Ternyata acara seminar. Setelah aku baca spanduk besar yang terpampang dengan judul "INDAHNYA ISLAM", aku jadi tertarik dengan acara tersebut, Ry. Akhirnya aku ikuti acara tersebut sampai habis, kemudian pada akhirnya aku merasakan ada suatu kalimat yang membuat aku terkesima yaitu ketika pembicara mengatakan "... Allah bukan hanya sebagai pencipta, melainkan Dia juga sebagai pengatur. Segala sesuatu diatur oleh-Nya, termasuk segala perbuatan kita. Dan Islam mempunyai semua aturan itu". Karena kalimat itulah aku merasa terpanggil untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang agamaku sendiri. Tanpa terasa si gadis pun terlupakan olehku, Ry.

29 Oktober 1996 Ry, sudah tujuh bulan ini aku belajar tentang Islam. Mulai dengan membaca buku-buku tentang Islam, mendengar ceramah sampai mengikuti berbagai seminar. Seperti halnya pada hari ini, aku mengikuti sebuah seminar yang berjudul "Nidzon Istima'i fil Islam" (Sistem Pergaulan dalam Islam). Dari sini aku mulai mengetahui mengapa si gadis memakai jilbab (pakaian longgar yang menutupi tubuh tanpa potongan alias jubah), karena itu memang sudah menjadi kewajibannya, terus larangan berpacaran, kewajiban ghadul bashar (memelihara pandangan), dan masih banyak lagi. Dari seminar kali ini aku juga dapat kenalan baru, lho! Namanya Kak Faisal, orangnya baik dan banyak mengetahui tentang Islam. Kamu pasti akan suka dia deh, Ry!

8 Januari 1997
Ry, aku sudah tau segalanya. Aku harus melupakan "si gadis pujaanku". "Kalau memang jodoh nggak akan kemana", begitu kata kak Faisal. Dan aku jadi sadar bahwa hanya Allah dan Rasul-Nyalah cinta sejatiku. Mulai saat ini pun aku mulai belajar Islam dengan kak Faisal, Ry.

9 Februari 2001, empat tahun kemudian ... Lama aku nggak punya catatan harian, Ry. Sekarang aku sudah dewasa, sudah kerja. Bukan lagi anak SMU ataupun anak kuliahan. Ry, kamu masih ingat kan dengan "si gadis pujaanku"? Sekarang aku sudah tau namanya, bahkan alamatnya. Namanya Safitri Azkiyah tertulis di atas kartu undangan dengan tinta emas bersama dengan namaku, Adhan Ramadhan, SE. Ya, kamu benar Ry! Dia akan menjadi istriku besok.

Kalo jodoh memang tak kan kemana!

Tak akan tertukar rezekimu.......